Sedari kecil aku mengenal dan mengamati perkembangannya. Melihat perubahannya dari waktu ke waktu. Mengikutinya kemanapun selama aku memang mampu. Gadis yang tak begitu cantik dengan fisik standart. Dari keluarga yang berkecukupan. Znicha Windbloody, atau panggil saja Nicha. Tak terasa aku telah bersamanya selama 18tahun sejak kelahirannya di dunia.
“Lalala.. lalala.. lala.. hai, apa kabar ? Bagaimana penampilanku hari ini ?” tanyanya kepadaku. Ku perhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambut yang tergerai indah kecokelatan dengan hiasan jepit rambut kecil sebagai pemanis. Ia memakai gaun pendek favoritnya yang dipadu dengan sepatu flat yang terlihat nyaman. Dia Nampak begitu manis. Ia meninggalkanku, entah ia mau pergi kemana.
Aku penasaran karena tak seperti biasanya ia mematut diri dan begitu memperhatikan penampilan. Diam-diam ku buntuti kemana ia pergi. Dari kejauhan aku melihatnya bertemu dengan seorang pria tampan yang sepertinya dari keluarga terpandang meski penampilannya begitu sederhana. Gejolak rasa terpancar dari sorot mata Nicha. Siapa pria itu ? spesialkah bagi Nicha ? batinku. Terlihat mereka begitu intim. Aku mencoba mendekat dan mengamati dari tempat yang sedekat mungkin hingga aku bisa mendengar percakapan mereka.
“Kau tahu ? Penampilanmu yang begitu manis masih kalah dengan senyummu yang begitu indah..” Lirih pria itu mengucapkannya pada Znicha.
“Kamu pintar sekali membuatku berbunga-bunga, Venzh.” Merah pipi gadis itu.
“Karena itu, jaga selalu senyum itu di bibirmu. Agar kamu tetap indah dan selalu indah.” Senyum merekah di bibir pria yang dipanggil ‘Venzh’ oleh Nicha. Tertangkap oleh mataku ada yang lain diantara mereka terutama gadis yang selama ini begitu ku lindungi. Ku perhatikan dalam-dalam pria itu tapi ah betapa ini justru menggerus kepekaanku. Akhirnya ku putuskan untuk pulang dan menunggu cerita Nicha.
Malam telah larut, Znicha tak kunjung memberiku cerita terbarunya. Sampai dirumah ia hanya sejenak memandangku lalu pergi ke ranjang untuk tidur. Mungkin besok ia akan menceritakannya padaku.
*************
Sudah seminggu ini Znicha tak memberiku cerita yang dapat menjelaskan perubahan sikapnya dengan apa yang ku lihat selama ini secara diam-diam. Sepulang dari sekolah kepribadian, ia langsung pergi ke taman tempat ia dulu bertemu dengan Venzh tapi kali ini bukan dengan pria itu tapi pria lain.
“Bukan, bukan. Dia orang yang baik. Sudahlah, kamu jangan cemburu. Kita tetap sahabat selamanya.” Senyum Znicha mencoba menenangkan kecemasan yang tetrlihat di wajah pria itu.
“Tapi, aku tidak yakin dia baik untukmu..”
“Dhonees, dia baik. Tak ada yang salah dengan dia. Semua itu hanya kecemasanmu. Lihatlah, aku telah menjadi gadis remaja. Bukan Nicha yang kamu kenal 10 tahun lalu. Ingat, aku sudah 18tahun !!” Kata Nicha dengan bangga. Seraut wajah takut kehilangan pria itu nampak jelas tertangkap di mataku. Mereka berpisah dan aku mengikuti Dhonees.
Dhoness duduk merenung di ayunan belakang rumahnya. Pria yang dua tahun lebih tua dari Nicha ini mengenal Nicha sejak kecil. Kedekatan mereka seperti kakak adik yang saling menyayangi tapi kasih sayang Dhonees terhadap Nicha ku rasa lebih dari sekedar kakak kepada adik. Ia seorang dari keluarga sederhana, ia bekerja sebagai pemerah susu dan pengumpul kayu bakar.
“Nicha, semoga kamu selalu baik-baik saja..” Suara hati Dhonees begitu keras terdengar olehku.
Di lain tempat, kulihat Znicha sibuk mengulang pelajaran yang ia dapat dari sekolah. Orang tuanya memaksanya masuk sekolah kepribadian bermaksud untuk menjadikan Znicha wanita yang anggun dan layak untuk dipersunting oleh seorang bangsawan. Awalnya Znicha menolak keinginan orang tuanya namun akhirnya ia menerimanya juga.
“Ayah, bagaimana menurut pendapatmu ?”
“Wibawa dan keanggunanmu kurang terpancar. Cobalah lebih menhayatinya dan jangan tergesa-gesa untuk bisa.” Saran ayahnya yang sedang menikmati teh bersama ibunya.
“Iya, sayang. Dalam melakukannya kamu harus memancarkan keanggunanmu.” Tukas ibunya. Dengan semangat. Znicha mengulangnya kembali diawasi dua pasang mata yang sedang bersantai. Aku hanya bisa terdiam dan memperhatikan. Sepertinya Znicha mulai menikmati semuanya.
*************
“Venzh, silahkan ini salad kegemaranmu.” Ibu Nicha mempersilahkan hidangan khusus untuk Venzh.
“Kamu selalu memuji salad buatan Ibu Nicha bukan ?” Sambung ayah Nicha dengan senyum lebar. Kedua orang tua Znicha sangat senang setiap menerima kunjungan dari Venzh, mungkin mereka sudah merestui hubungan Nicha dengan Venzh.
“Tentu saja, Tuan Kenvy. Juru masak dirumahpun tak mampu menandingi salad buatan Nyonya Kenvy. Apakah Nicha juga bisa membuatnya ? hhehee..” Gurau Venzh. Znicha tersenyum tersipu disambut derai tawa orang tuanya.
“Nicha sudah lumayan dalam urusan memasak. Pasti Nak Venzh tidak akan menyesal jika menikahinya.” Jelas Ibu Nicha. Nicha semakin memerah pipinya. Aku hanya memandang aneh pada Venzh. Aku seperti mengenalnya.
*************
“Nicha sayang, aku ingin menikahimu. Maukah kamu menikah denganku kelak ?” ditembak pertanyaan seperti itu, terbelalak mata Nicha tanpa bisa berkata sepatahpun.
“Diam dan tersenyum itu berarti kamu mengatakan ‘iya’ untuk menjawab pertanyaanku.” Venzh mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Benda berkilau terlihat indah diterpa sinar mentari senja. Nicha semakin terpana karena begitu kaget dan bercampur senang tiada terkira.
“Ini sebagai tanda pertunangan kita.”Venzh memakaikan cincin di jari manis tangan kiri Nicha.
“Venzh… aku bahagia sekali. Aku mencintaimu..” kecupan lembut mendarat di kening Venzh.
Sebelum tidur, Nicha menyempatkan diri berbicara denganku. Diperlihatkannya cincin yang diberikan oleh Zenzh. Emas putih berkualitas nomor satu dengan hiasan batu safir merah delima yang cincinnya terukir kata kuno. Begitu semangatnya Nicha bercerita namun tak tertangkap oleh pendengaranku. Pandanganku focus memperhatikan cincin itu, cincin yang pernah aku tahu. Aku kenal itu.. yaa.. setelah ia rasa cukup bercerita, ia segera berbaring menarik selimut dan terpejam.
Cincin itu berkilau padahal tak ada sinar yang cukup untuk membuatnya berkilau. Ahh.. ia mengeluarkan cahaya di iringi gerakan tubuh Nicha. Aku ikut terpejam dan menajamkan kepekaanku.
Tertutup awan gelap namun sesungguhnya tempat ini begitu indah. Aku mengamati dari jarak dan tempat yang bisa ku jangkau. Orang-orang hilir mudik tanpa kata, hanya wajah sayu dan pucat yang ku lihat. Oh itu Znicha dan Venzh.. betapa penampilan mereka begitu berbeda. Bertengger mahkota di kepala mereka, pakaiannyapun begitu mewah klayaknya bangsawan terkemuka namun bukan seperti bangsawan umumnya di kota tempat mereka tinggal. Tak ada yang bisa ku dengar kecuali hanya gerak bibir mereka yang bisa ku baca. Ku pejamkan mata sekali lagi mencoba menembus pikiran mereka. Aaaarrrgghhhh…. Aku menjerit kesakitan terlempar kembali ke alam nyata. Mimpi yang baru sepenggal itu ternyata menyita waktu hingga pagi di alam nyata. Terlihat Nicha bangun dan segera bersiap seperti biasa.
*************
“Cincin yang bagus, Nicha..” Puji Dhonees dengan senyum yang dipaksakan.
“Benarkah ? sangat cocok di jariku bukan ?” Senyum tak lepas dari wajah gadis yang sedang dilanda bahagia ini, tangannya sibuk memunguti kayu bakar.
“Kamu tak perlu melakukan ini lagi, tidak pantas.” Dhonees merebut kayu kering itu dari tangan Nicha.
“Ah, kamu ini. Waktuku mungkin tinggal sebentar. Tidak ada salahnya aku menggunakan waktu yang ada untuk menghabiskannya bersamamu.”
“Terserahlah.” Jawab Dhonees singkat. Sepertinya nada sedih Dhonees tak tertangkap oleh Nicha yang diliputi rasa bahagia.
*************
Malam kedua. Aku terengah-engah mengikuti langkah Venzh dan Nicha. Aku melihat tempat yang terasa tidak asing bagiku. Sekali lagi ku cari dan jelajahi kemana kaki ku melangkah tanpa mnghiraukan lagi sepasang kekasih itu. Kakiku terhenti disebuah ruangan besar dimana mampu membuatku mematung sesaat. Obor-obor itu, api abadi itu dan patung kebesaran itu.. aahh.. ini tidak mungkin.. ini tempatku dilahirkan yang kemudian diabadikan dengan pengabdian. Kelahiran yang harus ku bayar dengan pengabdianku. Lalu siapa Venzh ?? secepat kilat ku telusuri jejak mereka kembali.
Nicha seperti mayat hidup yang tak punya ekspresi. Memang penampilannya begitu cantik dan anggun tapi apa gunanya jika ia tak memiliki emosi ? senyum, sedih dan tawapun tak menghiasi wajahnya. Hanya datar. Sebaliknya, Venzh terlihat begitu antusias menonton apa yang kini ia lihat. Para makhluk bersayap belang sebelah kanan hitam dan kiri putih dan makhluk bertanduk merah menari bersama sementara makhluk bersayap putih sempurna menjadi pelayan yang mereka siksa. Terlebih kaki kiri mereka dirantai dengan beban yang tidak memungkinkan mereka dapat berlari. Dunia ini berubah. Yaa.. berubah sejak aku tinggalkan. Perlahan ingatanku kembali. Satu nama terlintas. Cleefy Keepers.
“Hai, sudah lama kita tak bertemu.” Sapanya.
“Sebenarnya apa yang terjadi ?” tembakku. Cleefy menghentikan aktivitasnya dan mengajakku kedepan sebuah lukisan.
“Kamu ingat raja kita yang arif bijaksana ?”
“Iya, ini foto beliau bersama keluarganya sesaat sebelum aku pergi. Kenapa ?”
“Akhirnya mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang tampan.”
“Syukurlah, lalu dimana pangeran sekarang ? dan mengapa dunia ini menjadi aneh ?”
“Dia ada di pesta para makhluk pengabdi pangeran. Raja dan Ratu telah lama meninggal. Tahta turun kepada Pangeran yang sekarang menjadi Raja Venzh.”
“Apa ? Venzh ? lalu mengapa ia bisa ke bumi ?” aku terkejut mengapa semua terulang kembali.
“Pejamkan matamu. Masuki pikirannya dan semua yang berada di sekitarnya.” Aku menurut saja dengan apa yang dikatakan Cleefy. Ku pejamkan mata sembari menghembuskan nafas panjang. Fokus menuju sosok Venzh. Lorong gelap terlewati pandanganku, lorong yang begitu panjang hingga aku mendengar suara anak laki-laki yang bercengkerama dengan orang tuanya. Menuju dimensi waktu lain, anak itu menjadi tampan dan mulai menua orang tuanya hingga tinggal raga mereka dalam pembaringan. Itu Venzh ! Ia mengatakan sesuatu yang tak bisa ku dengar dan kembali gelap.Sial ! Dia mem-blok pikirannya.
“Dia mem-blok pikirannya. Aku baru separuh membacanya. Apa yang harus ku lakukan ?” tanyaku penuh kebingungan.
“Cobalah sekali lagi. Baca dari Raja kita yang arif, ia masih menyimpan ingatannya pada api abadi. Segeralah karena pagi akan segera dating di dunia nyata.” Perintahnya.
Sekali lagi ku pejamkan mata dan membayangkan api abadi. Lorong gelap yang begitu panjang terlewati, samar ku dengar suara yang sangat akrab denganku. Suara yang sering mengajakku berbicara.
“Jika datang keturunanku nanti maka ia akan mengulang apa yang pernah terjadi. Ia menjemputnya dari dunia yang berbeda, dunia yang tak seharusnya kita menampakkan diri. Dan bila ia telah meletakkannya disini untuk menjadi miliknya maka hancurlah kamu dengan sendirinya kecuali kamu yang rela hancur untuk mengorbankan diri.”
Aku terhempas dan merenungi suara yang ku dengar. Aku ingat semuanya. Ya, aku ingat.
“Setelah Raja kita wafat, Pangeran Venzh menyeberang ke bumi dan menjemputnya. Znicha. Ratu Znicha.” Ia mencipratkan serbuk cahaya ke tubuhku, yang akhirnya membuatku tahu fungsinya. Cleefy melebur dan menghilang setelah mengatakan itu padaku yang masih tak menyangka dengan hal ini.
Akhirnya ku coba berkomunikasi dengan Dhonees yang ku yakini sedang terlelap. Ku pejamkan mata dan masuk ke alam mimpinya. Ku panggil namanya dengan menampilkan sosok Znicha untuk mengajaknya ke dunia itu.
“Nicha, kamu mau kemana ? aku ikut !!” teriak Dhonees sambil berlari mengikuti Nicha. Akhirnya jelmaan Nicha menghilang dan Dhonees menatapku.
“Tolonglah Nicha. Ia dalam bahaya.. Tolong dia.” Tiba-tiba suara hatiku dapat terdengar keras dan tertangkap gendang telinga Dhonees.
“Dia kenapa ?”
“Besok tidurlah lebih awal dan sebelum memejamkan mata, sebutlah nama Znicha tiga kali dengan tulus dari hati lalu ikuti alurnya.” Ucapku padanya yang tak mengerti.
“Maksud kamu ??” Dan pertanyaan itu menggantung tanpa jawab.
Pagi menjelang. Seperti biasa, Znicha bangun dan bersiap ke sekolah. Ia berdiri di depanku.
“Bagaimana aku hari ini ? Maniskah ? aku tidak sabar menunggunya.” Znicha tersenyum manis tapi ku perhatikan, wajahnya kian sayu saja. Tidak segar seperti hari-hari kemarin. Ini tidak boleh terjadi.
*************
“Mimpi semalam sangat aneh.. apa maksudnya ?” Dhonees merenungi mimpi yang sengaja aku undang agar ia menyatu dalam mimpi Nicha.
“Meski begitu aneh tapi memang terasa nyata dan yang jelas Nicha butuh pertolongan. Nicha, sebenarnya ada apa denganmu ?” Sambungnya lagi. Dari kejauhan seorang gadis bergaun putih gading berlari kecil menghampiri Dhonees. Seulas senyum sayu tertangkap mata Dhonees.
“Hai, Dhon !! Bagaimana harimu ? pagi yang sangat cerah bukan ?” sapa gadis itu.
“Nicha, kamu baik-baik saja ? atau kamu kurang tidur ? semalam kamu mimpi apa ?” Serentatan pertanyaan Dhonees menimbulkan kerutan di dahi Nicha.
“Dhonees, aku dalam keadaan sangat baik, cukup makan dan istirahat bahkan aku merasa sangat segar.” Ucap Nicha penuh semangat dan keyakinan. Namun di mata Dhoness bahkan aku sendiri justru sebaliknya, Nicha Nampak sangat kusut dan layu.
“Pertanyaanmu aneh.” Singkat Nicha. Mereka bercengkerama seperti biasa sampai akhirnya Venzh datang dan ikut mengobrol.
“Hai ! Apa aku mengganggu kalian ?” Tanyanya basa-basi. Nicha menyambut Venzh dengan senyum lebar dan sebuah pelukan hangat di musim semi. Tajam tatapan Dhonees menyaksikan adegan romantis di cerita klasik.
“Tidak.” Dhonees memalingkan mukanya karena malas menemukan seraut kemenangan di wajah Venzh. Aroma persaingan antara mereka terasa begitu kental yang tidak terbaca oleh Nicha.
“Dhonees, kami akan meresmikan hubungan kami. Bukankah begitu, sayang ?” Venzh meminta dukungan dari pernyataannya tadi kepada Nicha yang terkejut karena Venzh belum mendiskusikan hal itu sebelumnya kepadanya. Tergagap Nicha hanya mengangguk kecil.
“Meresmikan ? tidak.. Tidaakk bisaa..” Kedua sejoli yang dimabuk asmara itu sontak melotot mencari penjelasan dari Dhonees.
“Maksudku, tidak bisa secepat itu. Harusnya kamu menunggu Nicha mendapat sertifikat dari Sekolah kepribadian.” Peluhnya mendadak keluar dan dengan gugup suaranya bergetar.
“Kalau soal itu, minggu depan aku sudah bisa mendapat sertifikat itu.” Timpal Nicha sesaat kemudian. Venzh tersenyum.
*************
“Adduuhhhh…” Jerit Nicha. Venzh bergegas menghampirinya dan mengelap telunjuk Nicha yang berdarah dengan sapu tangannya kemudian menghisap darahnya sampai kering. Nicha makin terpana. Hatinya senangnya bukan main, darah yang merngalir dan luka yang menggores tak terasa setelah terobati dengan sikap manis Venzh.
“Hati-hati, sayang. Pisau itu bermata dua.”Tukas Venzh sembari mengecup lembut telunjuk Nicha yang terluka.
“Iya. Terima kasih.” Nicha dibantu Venzh menyiapkan makan malam special untuk merayakan kelulusan
Nicha yang ditandai dengan keluarnya sertifikat.
Tidak ada yang bisa ku lakukan kecuali menyandarkan harapan pada Dhonees. Pria lugu yang masih terjebak dengan kebingungannya. Aku hanya termangu menyaksikan adegan demi adegan dan mengumpat dalam hati. Hanya diam yang bisa ku lakukan, tak ada yang ku perbuat. Mimpi itu tak lagi datang padahal aku selalu menginginkan mimpi itu datang dan aku bisa melakukan sesuatu. Tawa riuh pesta kecil itu selesai sebelum tengah malam. Setelah berpamitan dengan orang tua Nicha, Venzh berbisik di telingan Nicha yang membuat gadis itu tertawa kecil dan mengecup pipinya. Diambang pintu, Nicha melambaikan tangan hingga bayangan pria yang dicintainya benar-benar hilang ditelan kabut malam.
“Aku sangat bahagia.. Kau tahu ? besok kami akan mulai mempersiapkan semuanya.. selamat tidur.” Kalimat yang ia katakan sebelum ia tertidur pulas. Cincin itu bersinar lagi, sangat terang dan aku ikut terpejam.
Tempat aku dilahirkan. Sepanjang jalan menuju altar berdiri belasan obor abadi di sisi kanan kiri dan tepat didepan patung Raja terdapat air abadi. Tempat dimana aku lahir. Venzh ??? mau apa dia disini ? tanyaku dalam hati. Ramai sekali tempat ini. Semua berbaris rapi seperti menanti sesuatu.
“Raja, persiapan upacara telah selesai. Calon ratu sudah siap.” Lapor salah satu orang dengan jubah hitam dengan membungkuk.
“Persilahkan Ratu Znicha masuk ruangan suci.” Perintah Venzh.
“Baik, raja.” Orang berjubah hitam itu kembali menggandeng seorang gadis cantik yang anggun. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Znicha mengenakan gaun panjang berwarna krem dengan renda-renda dan perhiasan lengkap. Mirip seorang mempelai wanita. Mempelai wanita ? tidaak mungkin… batinku terkejut. Segera ku fokuskan alam bawah sadarku untuk memanggil Dhonees. sementara itu Znicha berjalan menuju altar di iringi orang-orang yang serempak bersujud dan menggaungkan kalimat, “Sungguh agung keabadian Raja dan Ratu yang mengabadikan kami” secara berulang hingga Znicha berdiri disebelah kiri Venzh. Venzh menggenggam tangan kanan Nicha.
“Rakyatku, Inilah gadis yang sebentar lagi menjadi Ratu kalian seusai upacara suci ini. Sembahlah dan agungkan ia seperti kalian mengagungkan aku.” Tatapan Venzh mengedar ke seluruh ruangan dan kembali terdengar kalimat mengagungkan sejoli di depan mereka.
“Sayang, kamu siap menjadi istriku ?” Tanpa menunggu jawaban, Venzh memapah Nicha berbaring di pembaringan disamping altar. Tangannya bersedekap dan matanya terpejam. Aku panic melihatnya. Sekuat tenaga dan konsentrasi, aku memanggil Dhonees. Terlihat telunjuk kanan Venzh menunjuk kedalam air abadi dan keluarlah tetes demi tetes darah yang ku ketahui darah itu bukan dari telunjuknya yang terluka. Itu darah yang lain. Darah Nicha tempo hari ! Ah bagaimana ini bisa ? Pekikku dalam hati. Darah bercampur dalam air yang memunculkan pusaran kecil.
“Air abadi, ku persembahkan aliran darah suci yang mengabadikan kami dan seluruhnya. Terimalah sebagaimana kami telah mengadakan perjanjian padamu.. air abadi, jadikanlah darah gadis ini sebagai upeti lalu jadikanlah gadis ini pendamping bagiku. Air abadi..” mantra yang berulang kali diucapkan Venzh, perlahan muncul tulisan-tulisan kuno beraksara kuno terbang melayang diatas air abadi menyelimuti tubuh Znicha. Cincin itu kembali bersinar, lebih terang dari yang pernah ku lihat. Aku semakin gelisah, pertanda buruk. Bayangan Cleefy muncul.
“Panggillah pria lugu itu. Gadis itu dalam bahaya. Tak ada banyak waktu.” Bisiknya sembari menyiratkan sepercik taburan cahaya pelangi ke arahku. Lalu ia menghilang.
“DHONEEESSSSS !!!!!!” teriakku menggemparkan seisi ruangan yang sedari tadi khidmat. Aku tak lagi diam. Berkat bantuan Cleefy, aku mampu bersuara lagi mungkin karena serbuk cahaya dari Cleefy. Dan kini aku berada dengan Dhonees.
“Hentikan !!!!” jerit Dhonees histeris namun Venzh masih membaca mantra tanpa terganggu. Nafas Znicha tersengal, dadanya naik turun semakin cepat. Dahinya mengernyit dan tubuhnya penuh peluh. Terdengar erangan kesakitan dari bibir mungil gadis yang berbaring.
“Nicha !! Nicha, sadarlah !! Bangun… Nicha..” Dhonees mengguncang keras tubuh Nicha yang mengejang namun tak berdampak apapun. Tubuh Nicha bermandikan cahaya. Huruf-huruf kuno yang mengelilingi tubuh Nicha, semakin lama berputar makin cepat. Badan Dhonees terdesak seperti hamper terhempas. Ia terjajar kebelakang selangkah demi selangkah.
“Segera lemparkan obor keabadian kearah Venzh !” Kataku. Dhonees berlari mengambil obor dan melemparkannya sesuai perintahku. Mantra Venzh terhenti dan matanya membelalak merah kearah kami. Ku lihat Nicha mulai tenang namun tak juga sadar. Perlahan kilauan cahayanya berkurang.
“Apa-apaan ini ?? kamu nmerusak ritual sakral ini !” Bentak Venzh pada kami. Ia menghentakkan kaki kirinya dan terbelah lantai hingga langkah Dhonees terjajar ke belakang. Badannya menghantam dinding. Ia maju hendak memukul Venzh namun selorot cahaya tajam dari cincin yang dipakai Nicha menembus lengan Dhonees.
“Aaarrgghhhh !!!” pekiknya. Tangan kirinya mengusap lengan kanannya yang terasa panas seperti terbakar karena cahaya tadi.
“Venzh ! apa maksud semua ini ?” Tanya Dhonees menahan amarah.
“Hahahaha.. manusia awam ! Kamu merusak duniaku, mengancam keabadianku. Lebih baik kamu segera kembali ke duniamu dan kamu serta semuanya akan lupa kalau pernah hidup seorang gadis bernama Znicha Windbloody.” Katanya congkak.
“Hah ? Aku tidak peduli dengan duniamu itu. Aku hanya butuh Nicha untuk ikut pulang bersamaku. Duniamu aneh dan membahayakan jiwa Nicha. Bukankah kamu mencintainya, lalu kenapa kamu melukainya ?”
“Hahhahaaa.. tahu apa kamu tentang semua ini ? Justru karena aku sangat mencintainya, aku mau ia juga seperti aku dan hidup abadi menjadi pemimpin di duniaku ini.Tidak usah bertele-tele, segeralah kembali ke duniamu !!!” Ia mengayunkan kedua tangannya kedepan dan aliran energi panas menyambar tubuh Dhonees. BBUUGGHH!!! Tubuhnya menghantam tiang besar penyangga ruangan.
“Raja Venzh ! hentikan !!!” Teriakku. Ia menoleh dan keheranan.
“Siapa kamu ?”
“Aku pengabdi disini ditugaskan menyeberang ke bumi melindungi seorang gadis atas perintah Ayahanda Raja Venzh sebelum anda lahir.” Jelasku.
“Lalu apa hubungannya denganku. Cepat bantu aku menyingkirkan pria itu dan meneruskan ritual ini.”
“Tidak, raja. Sebaiknya raja segera menghentikan semua ini, kembalikan gadis itu.”
“Apa ?? mengembalikannya setelah susah payah aku dalam penantian saat-saat ini ?” Ada urusan apa kamu dengan gadis itu ? jangan-jangan dia yang kamu lindungi ?”
“Tepat, raja ! Znicha, gadis yang harus ku lindungi sesuai pesan Ayahanda Raja Venzh..”
“Demi keabadian suci dunia ini yang telah Raja Venzh ubah menjadi dunia yang mengerikan.” Tambahku.
“Justru ini ku lakukan demi keabadian.”
“Keabadian apa yang kamu maksud ?”
“Keabadian yang dikatakan Ayahanda Raja Venzh.. yang juga mencegah kutukan berbahaya. Keabadian dunia kita tidak harus merusak perputaran dunia dari dimensi lain.”
“Omong kosong !! Siapa kamu sebenarnya ? Begitu lancing melawanku ??” Tangan Raja Venzh terulur panjang dan merampasku.
“Aku pengabdi di dunia ini. Pengabdi abadi jauh sebelum kamu dilahirkan. Aku pengabdi suci.”
“Bedebah ! Rasakan ini !!” Geram Raja Venzh sembari bersiap mengayunkan kepalan tangan kearahku.
“Dhonees, segera siramkan air abadi kepadanya lalu arahkan aku padanya. Cepatttt !!!” Ucapku keras. Dhonees berusaha beranjak dan berlari. Tangan Venzh berhasil meraihku. BBYYUURRR!!!!
“Aaarrgggghhh…. Jahanam !!” aku terjatuh dan terrlepas dari tangannya. Kini kedua tangannya menutup mukanya dan menjerit sejadinya. Dhonees meraihku dan mengarahkanku pada Venzh..
Aksara kuno yang sedari tadi menyelimuti tubuh Nicha kini berangsur mengelilingi sekitar aku dan Venzh. Cahaya berkilat menyilaukan menguapkan aku dan segenap kekuatan yang dimiliki Venzh disertai kabut tipis berwarna abu-abu. Dhonees menghampiri Nicha yang mengerjapkan matanya menahan silau tak terperi. Dan cincin safir itu terlepas dengan sendirinya dari jari manis Nicha. Tanpa dikomando lagi Dhonees memapah Nicha.
“Tiiddaaaakkkkkk !!!!!!” Jeritan terakhir Venzh melemah dan ia terkulai di lantai dikerubuti rakyatnya bak semut menemukan gula.
*************
Nicha menguap dan menyingkap selimut hangat yang menutupi tubuhnya. Ia mengucek matanya dan mengumpulkan segenap kesadarannya. Sepertinya tadi malam terasa sangat panjang dan melelahkan. Pikirnya. Ia beranjak dari tempat tidur, dirapikannya lalu membuka jendela dan menyapa burung yang bertengger diranting pohon. Bergegas ia mandi.
Selesai mandi ia berpakaian seperti biasa, gaun pendek dan sepatu flat favoritnya. Diambilnya sisir bermaksud merapikan rambutnya yang sedikit basah terkena air saat mandi tadi. Ia berjalan menuju belakang pintu.
“Hah ?? Kok tidak ada? Adduuhhh !!!” Ia berjinjit mendapati kakinya berdarah tergores serpihan tajam kaca riasnya. Ia tak lagi menghiraukan rasa perih di kakinya, ia sedih dan menangis mendapati kaca kesayangannya pecah berserakan padahal terakhir sebelum tidur ia sempat mengucapkan selamat tidur kepada kacanya. Dengan tangan telanjangnya, serpihan demi serpihan telah pindah dikedua tangannya. Ia meneteskan air mata, entah mengapa ia begitu menyayangi kaca itu. Kaca yang entah sejak kapan bertengger di dinding kamarnya. Tak mau larut dalam kesedihan, ia memutuskan pergi mencari ketenangan.
Pria lugu itu tertidur dibawah pohon rindang. Ia tersentak saat sebuah tangan menyentuh pipinya.
“Dhonees.. “ lirihnya. Dhonees tersenyum hangat, angin membelai rambutnya yang indah. Segera tangan Nicha menggenggam tangan Dhonees seolah tak ingin berpisah.
“Mimpi apa semalam ? Bagaimana dengan Venzh ?” Tnya Dhonees hati-hati.
“Tidak tahu, aku tidak mampu mengingat apapun. Yang ku rasakan, setiap bangun tidur pasti terasa lelah dan sakit. Dan Venzh itu siapa ? aku tidak mengenalnya.” Dhonees tercekat mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Nicha. Tak ada nada menutupi dalam penjelasan gadis yang telah meratui hatinya. Dhonees tak lagi mengorek tentang mimpi-mimpi yang mengusiknya dan kejadian-kejadian kemarin. Venzh. Kemana dia ?
“Dhonees, bertahanlah selalu untuk bersamaku. Aku mencintaimu..” bibir gadis itu mendarat di kening Dhonees disusul sebuah dekapan lembut dari Nicha.
“Iya, Znicha.. aku akan berusaha semampuku. Aku juga mencintaimu.” Dhonees membalasnya dengan dekapan yang tak kalah kencang.
Semua telah kembali seperti semula atau tidak sepenuhnya kembali. Ini indah. Znicha menjadi milikku. Venzh menghilang beserta semua kejadian aneh dan hanya meninggalkan memori untukku. Ada yang sudah berkorban dan rela mempercayakan tanggungjawan untuk melindungi Nicha kepadaku. Dalam mimpi, ia rela menguap bersama kekuatan Venzh demi menyelamatkan Nicha yang nyaris terjebak di dunia itu. Dan benar, kini ia tinggal serpihan yang tak lagi terpajang dikamar Nicha. Terima kasih, cermin. Batin Dhonees.
Meski aku tak lagi utuh terpajang dikamar Nicha tapi aku bertebaran dimana-mana. Kekuatanku menguap dan aku pecah. Aku menyaksikan semua kisah hidup gadis itu sejak ia lahir. Akulah cermin yang selalu ia ajak bicara, yang menatapnya, menyaksikan setiap kejadian dan mengikutinya. Aku yang hanya bisa menjadi cermin dimana saja, menjadi air dimana saja.. untuk selalu mengikutinya. Cermin yang menilai penampilannya, cermin yang mendapatkan segudang penuturan dan ucapan selamat malam. Cermin yang mencegahnya terjebak di dunia cermin bersama raja Venzh. Cermin yang kini hanya berupa serpihan dan hilang. Cermin dari dunia cermin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Katakan katamu (~‾ ▽‾)~