Tuhan, bolehkah aku merasa lelah ? Atau haruskah aku berhenti ? Kalaupun Kau tak mengijinkan keduanya maka pinjamkan aku kekuatan-Mu, sedikit saja tak mengapa. Tentulah Engkau yang tahu segalanya mengenai aku, hambamu yang tak pernah puas ini.
Tentang hari-hariku yang berat, air mata yang meleleh di kedua pipi, senyum yang merekah di bibir ini, lamunan kosong pandanganku, sumpah serapah lembutku, untaian kebahagiaan beruntun yang dilanjutkan dengan kepedihan juga tentang ego yang sangat merongrongku. Pastilah Engkau memahami semua sampai hal paling kecil dariku dan terabaikan.
Tuhan, bolehkah aku merasa lelah ? Atau haruskah aku berhenti ? Kalaupun Kau tak mengijinkan keduanya maka pinjamkan kebesaran-Mu, sedikit saja tak mengapa. Tentunya Engkau ingat saat itu, ketika waktu menamparku dengan makna kenyataan yang telah lalu. Tentang kegelapan yang tidak pernah aku ciptakan yang memaksaku terkungkung di dalamnya, ketakutan luar biasa yang hanya bisa kunikmati sendiri, kesakitan yang hanya berpihak padaku untuk dapat dimengerti, kecemasan yang entah aku tak tahu datang dari mana, kegelisahan yang mengganggu di setiap detik dan mengaburkan kesadaranku antara nyata, angan, ilusi ataukah mimpi. Pastinya Engkau punya cara agar aku dapat lapang menerima porsi dari-Mu dan bersyukur atas itu.
Tuhan, bolehkah aku merasa lelah ? Atau haruskah aku berhenti ? Kalaupun Kau tak mengijinkan keduanya maka pinjamkan aku kewenangan-Mu, sedikit saja tak mengapa. Tentulah Engkau tahu segala keinginanku, keinginan yang entah atas dasar kebutuhan atau ego. Saat aku menginginkan sekejap lenyap dari muka bumi ini kemudian rohku berjalan-jalan melihat kehidupan orang-orang di sekitarku, saat aku menginginkan waktu tertentu kembali serta mengatur kronologinya, saat aku menginginkan beberapa kisahku berubah sesuai kehendakku dan saat aku berharap tertidur pulas selamanya dalam mimpi indah. Pastilah Engkau tau alasanku dengan keinginan mustahil semacam itu, keinginan yang mungkin banyak diluar sana orang-orang mengandaikannya.
Kepada Yang Maha Mengendalikan segalanya, pantaskah ini kusebut penghabisan ? Ketika tekanan dahsyat menyergapku tepat di depan mata, menginjakku hingga rata dengan tanah kemudian membumi hanguskan sukmaku, menebarkan abuku di tengah lautan pasang dan membiarkan jiwaku melayang kesana kemari mencari keadilan yang semestinya.
Dan sandiwara hiperbolisku terjawab sudah dari rentetan cerita klise diatas, peranku sebagai seorang pesakitan yang menunggu penghabisan dalam skenario yang dirahasiakan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Katakan katamu (~‾ ▽‾)~