Disuatu masa entah kapan, aku berada diantara bunga dan pohon yang membentuk sebuah surga. Aku dapat berbaring dan berlari bagaimanapun hatiku kehendaki. Berguling diatas rerumputan hijau yang sedikit basah sisa embun yang tak pernah sempat mengering.
Berlari tanpa alas kaki melompat kesana kemari tanpa perlu menentukan kemana kaki kan berhenti.
Lelah ku bermain, aku berbaring dibawah jutaan daun yang memayungi tubuh lemahku. Memejamkan mata dan membiarkan angin membelai mesra seluruh ragaku dengan kesejukan. Terdengar sayup nyanyian dari bibirku yang pelan mengeluarkan nada. Not-not itu mengalir dan mengambang menari ikuti iramaku, membasuh sukma yang terbawa suasana surga. Entah bagaimana suara sumbangku sekejap menjadi begitu nyaring mengajak burung ikut berkicau bak improvisasi yang ciptakan harmoni. Dahan-dahan kecil itu mengusap kepalaku. Ranting-ranting itu menggenggam tanganku. Bunga-bunga itu memelukku. Datang sekumpulan kupu-kupu hinggap dan mulai bercerita tentang dunia. Dalam lirih mereka menggambarkan dunia dengan persepsi yang berhasil mereka cerna.
Perlahan kedua mata ini terbuka, buram kutangkap sosok demi sosok yang mulai memudar. Benar-benar memudar hingga seolah transparan meninggalkan serat-serat benang menunggu lenyap. Jelas sudah sempurna mata ini sadar dalam kenyataan yang sebenarnya tak ada. Angan itulah yang menjadikan real.
Tersentak dari luputku, masih tersisa rekaman tentang cerita kupu. Dan semuanya hilang. Rumput hijau dan basah yang abadi, pohon dengan jutaan daun yang menaungi, burung yang berkicau merdu serta Si Kupu Pendongeng.
Aku telah membuka seluruh sendiku. Dan tak tahu bagaimana pula, kenyataanku adalah angan tentang surga yang entah kapan aku pernah menempati. Dan fana yang kumiliki adalah kenyataan yang terlihat sedang kujalani. Dalam diam dan bungkam serakah kusimpan semua untukku sendiri. Dalam nafas dan ingatan sebatas ku pahatkan pelan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Katakan katamu (~‾ ▽‾)~