Andai
kita ini bukan mantan pasangan kekasih, tentu kamu adalah patner ngobrol yang
menyenangkan, sahabat yang mengagumkan. Tempatku berdebat dan rekan tim yang
pas untuk menantang dunia dengan cara kita. Setidaknya mungkin hingga detik
ini, ketika aku tengah mencumbui tuts keyboard
selayaknya piano, hanya saja aku tak
memainkan nada melainkan kata. Sayangnya, itu hanya sebatas pengandaianku. Kenyataannya,
kita pernah menjadi sepasang kekasih.
Kita
pernah merajut benang-benang merah jambu. Kita pernah bersama bercengkerama
tentang kita seolah dunia ini dalam kekuasaan kita. Ketika kamu meyakinkanku
bahwa dunia ini sangat indah dengan pemikiranku. Ketika kamu meyakinkanku bahwa
dunia telah digenggamanku. Ketika kamu menunjukkan duniamu padaku dari
ketinggian. Ketika kamu selalu membawa namaku dalam setiap pendakian. Ketika
kamu mengulurkan tanganmu menuju puncak. Ketika kamu tertawa melihatku menari
diantara rerumputan dianungi langit biru. Ketika kamu menggelengkan kepala menyaksikan
tingkahku. Dan ketika kamu menjadikanku sebagai tujuan hidupmu. Seolah aku
adalah keindahan luar biasa yang disayangkan jika dilewatkan. Juga ketika aku
mengagumi pemikiran-pemikiran indahmu. Ketika aku mencintai pemikiran kerenmu. Ketika
kusadari bahwa pemikiranmu itu jauh lebih mengesankan daripada seseorang yang
pernah aku temui bertahun-tahun sebelumnya. Maaf, aku sempat keliru memahamimu.
Maaf, aku sempat keliru menilaimu. Ternyata pemikiranmu itu sangat sangat
sangat indah.
Saat
aku menulis, dalam pikiranku.. denganmulah aku sedang bersitatap. Kamulah yang
sedang kuajak mengobrol bukan layar laptop. Karena sebatas bayanganku saja,
akhirnya hanya mampu kutuangkan dalam bentuk tulisan. Harusnya ku tak boleh
seperti ini karena ada hati yang kujaga. Tapi jika tak kutuangkan seperti ini,
sewaktu-waktu akan menjadi bom yang siap meledak kapan saja. Saat seperti ini,
melepaskan diriku sebebas mungkin. Bermain sesuka pikiranku. Dalam surgaku. Dalam
duniaku.
Aku
sudah merasa cukup hebat karena telah menaklukanmu. Bagaimana tidak hebat? Aku
telah melihat tangis seorang lelaki yang terlihat kuat dan cuek di depan semua
orang. Laki-laki yang pernah beberapa kali meneteskan air mata ketika menyadari sikapnya telah menyakiti
perasaanku, pun setiap kali menyadari bahwa kami harus berpisah. Bagaimana tidak
hebat? Akulah wanita pertama yang ia ajak masuk ke dalam dunianya. Wanita yang
mampu mengubah puncak gunung sebagai tujuan menjadi diri sendirinyalah si
tujuan itu. Wanita yang ia perkenalkan pada kehidupan pribadinya. Wanita yang
diijinkan merapat begitu dekat dalam kehidupannya dalam kurun waktu hampir 18 bulan, wow!!! Ini sebuah rekor
untuknya. Bagaimana tidak
hebat? Akulah wanita yang ia undang untuk hadir dalam hari bahagianya sebagai
wisudawan. Akulah wanita yang ia gandeng di depan keluarganya yang datang jauh
dari pulau sebrang. Akulah wanita yang membuatnya bermimpi tentang masa depan.
Bagimana tak hebat? Akulah wanita yang tulus menyyanginya. Akulah wanita yang
mengagumi pemikirannya. Akulah wanita yang mencintai gayanya. Akulah wanita
yang punya segudang pujian tertahan untuknya. Dan akulah, wanita yang sampai
saat ini masih menghadirkan sosoknya dalam lelapku.
Terima kasih, patnerku atau tepatnya mantan kekasihku.
Aku merasa hebat karena mendapatkan patner luar biasa sepertimu. Aku masih bermimpi
untuk dapat mengajari anak-anakku tentang segala pelajaran hidup yang telah
kamu bagi padaku. Meski akupun tahu, jika calon/suamiku nanti mengetahui ini
tentu akan cemburu dan tak membiarkannya terjadi. Dan mungkin, jika mimpi itu
masih terasa manis untuk kukecap bisa saja aku mewujudkannya diam-diam.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Katakan katamu (~‾ ▽‾)~