Sabtu, 14 Mei 2016

Sepetik Kata Hati

Memiliki Senja

Senja telah menyingsing tuk segera merapat pada petang
Aku tak ingin menyudahinya
Ingin rasanya kutarik senja kembali
Mengulang dari awal lagi
Dan terus begitu

Senja telah mulai bosan memamerkan diri
Aku tak rela membiarkannya
Inginku menghiburnya tetap bertahan
Menikmatinya dari ujung ke ujung
Dan seterusnya

Satu Lagu Kita


Kutarik sebagian cahaya redup senja
Tuk menerangiku menemukan bayanganmu.
Kukeruk sisa cahaya kemerahan.
Kebekuan hati sedikit menghangat diterpa merah senja.
Melumerkan perasaan rindu yang membludak tak terkendali.

Rabu, 20 Januari 2016

Prioritas dan Pikiran Gilaku

Sampai detik ini, aku masih belum mendapat panggilan kerja. Aku juga masih sibuk mencari lowongan sekitar kotaku. Tak banyak yang bisa diharapkan dari kota kecil ini. Pada umumnya lowongan kerja dengan prospek yang bagus tersebar di kota-kota besar. Sebenarnya kalau mau prospek yang menjanjikan sih enakan wirausaha sendiri tapi ya itu.. Aku gak tau musti usaha apa. Hahahahahaha…
Menurut gelarku, seharusnya aku mengajar di tingkat SD. Sama seperti postinganku sebelumnya, aku punya beberapa pertimbangan alasan aku memilih untuk bekerja diluar bidangku. Targetku tahun ini adalah menikah, rencananya sih sekitar akhir tahun ini. Memang belum ada pembicaraan khusus tentang pernikahan tapi orangtua kami masing-masing sudah mengetahui keinginan kami untuk menikah. Awal November lalu ia datang bertamu kerumahku bersama keluarga besarnya (sekitar 15 orang), membawa buah tangan dan perhiasan. Orang jawa bilang “nakokno” atau “tali gunem”. Hampir sama dengan lamaran, hanya saja ada beberapa perbedaan. Gampangnya kayak gini nih:

Senin, 18 Januari 2016

GRT (Gadis Rumah Tangga) Bergelar S.Pd.

Selain bergelar S.Pd., aku juga bergelar sebagai GRT alias Gadis Rumah Tangga karena sekarang ini aku adalah pengangguran sukses yang kerjanya cuma beres-beres rumah dan ngurusin orang serumah. Hahahahaha.... #bangga
Awal desember lalu aku resmi diwisuda sebagai sarjana pendidikan setelah menempuh kuliah selama 4 tahun 3 bulan disebuah PTN di kota Solo. Nah inilah awal dari kehidupan nyata :D
Selama hampir 22th aku hidup di dunia, aku belum pernah benar-benar bekerja seperti kebanyakan orang seusiaku. Saat SD-SMP aku diberi upah ketika aku bisa menjual hasil sawah bulekku keliling kampung, mendapat uang saku tambahan lagi dari beasiswa dan lomba. Saat SMA, aku berjualan pulsa lalu mendapat beasiswa lanjutan dan sempat mendapat uang dari lomba. Kemudian saat kuliah semester 6 aku sempat memberi les untuk anak SD (gaji les sebulan habis untuk beli obat yang hanya dikonsumsi untuk seminggu #miris), lalu masih mendapat beasiswa sampai aku lulus kuliah. Itulah pengalamanku mendapatkan uang tambahan selain dari uang saku bulanan dari ortu. Kalau kataku sih itu belum bisa dikatakan bekerja -____-

Selasa, 29 Desember 2015

MENAWAR TAKDIR TUHAN




Menawar Takdir Tuhan

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Diam-diam kuselipkan dalam obrolan sepertiga malam
Dan kuakhiri dengan uraian air mata

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Yang selalu kuperbincangkan dalam 24 jamku
Dan kuakhiri dengan jutaan harapan

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Hingga mungkin Tuhan mulai bosan
Dan inilah jawaban

Bahwa aku tak perlu lagi cemaskan
Bahwa tawaranku telah diterima sepenuhnya
Bahwa semua dalam kebaikan Tuhan



NB: Dalam catatan Lalita menjelang habisnya tahun ketika cintanya pergi sekaligus datang dalam waktu bersamaan. Sebuah kertas yang diselipkan dalam buku agenda bersampul kulit sapi di sebuah laci lemari yang terkunci rapat.


********


Aku harus berdamai dengan kehidupanku 13 tahun belakangan ini. Menghadapi realita pahit yang selalu membayangi hari-hariku. Ketika tangan mereka yang terulur bak malaikat dimataku ternyata tak ubahnya iblis menjijikkan. Ketika tutur mereka yang terlontar bak mutiara dalam lautan tak ubahnya hanya kotoran berserakan. Ketika laku mereka yang tampak bak bangsawan tak ubahnya hanya gelandangan.
Tuhan, sejujurnya akupun ingin memaafkan. Aku ingin terbebas dari semua rasa buruk ini. Tapi perasaanku terlanjur hancur disaat masih ranum. Dan aku menghancurkan diri. Aku ingin mulai berdamai tapi aku takut kembali merasa sakit dan tak berharga. Sakit sekali kurasa. Sangat sakit. Bahkan sebaik apapun yang kulakukan tak akan mampu menghapus penilaian rendah yang telah mereka berikan padaku. Bukan sekedar penilaian, Tuhan. Lebih dari itu.
Karena itulah aku tidak bersahabat dengan kota ini. Kota ini menyimpan banyak keburukanku. Kota ini banyak menghadiahiku dengan kado-kado yang terlalu berkesan menusuk ulu hati. Neraka semakin terasa dekat saat roda-roda bus yang aku tumpangi ini melewati gapura selamat datang bertuliskan ‘Kudus Kota Kretek’. Panas makin menyengat dasar ingatanku saat kakiku melangkah menapaki aspal jalan raya. Sendiri menunggu di teras pos polisi dekat pintu terminal. Termangu aku menatap jalanan yang beberapa tahun terakhir sangat akrab denganku.

Kamis, 17 Desember 2015

Menawar Takdir Tuhan

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Diam-diam kuselipkan dalam obrolan sepertiga malam
Dan kuakhiri dengan uraian air mata

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Yang selalu kuperbincangkan dalam 24 jamku
Dan kuakhiri dengan jutaan harapan

Aku pernah menawar takdir Tuhan
Hingga mungkin Tuhan mulai bosan
Dan inilah jawaban

Bahwa aku tak perlu lagi cemaskan
Bahwa tawaranku telah diterima sepenuhnya
Bahwa semua dalam kebaikan Tuhan

Senin, 02 November 2015

Namamu

Ini adalah malam pertamaku kembali menikmati suasananya. Pertama kali setelah sekian lama aku berlaku layaknya individu normal. Di lantai dua sebuah rumah kost, aku berdiri di balkon ditampar angin dingin dan diteriaki deru kereta api. Langit tak begitu cerah, tampaknya. Tapi sungguh ini jauh lebih indah dibanding langit indah seperti “katanya”. Ketika mendung menyelimuti rata, cantik dengan kemerlap beberapa bintang yang bersinar redup. Entah, saat kutatap langit ada sebagian hatiku yang merasa pilu. Mungkin ini tentangmu, cerita yang berakhir dengan lambaian tangan.
Kamu adalah dongengku sebelum tidur. Mengantarkan mimpi untuk bersemayam dalam lelapku. Yang saat itu kamu berjanji bahwa mimpi tentu akan menjaga nyenyak lelapku. Karena katamu, mimpi adalah sahabat karibmu sejak mengenalku. Kamu adalah cerita yang mengawali pagiku. Kamulah sapaan pertama ketika kelopak ini terbuka menyambut anugerah Tuhan. Kamu adalah cerita yang selalu kutunggu episode selanjutnya. Cerita yang otomatis tergores diatas kertas setiap detiknya. Kamu adalah deretan kata yang bermunculan di otakku. Kamu adalah rangkaian slide yang silih berganti. Kamu adalah satu roll film yang terus berputar dalam kepalaku.