Aku
mahasiswa akhir, sangat akhir. Seperti postinganku yang sebelumnya,, aku tengah duduk di hotspot area dengan
mahasiswa lainnya. Didepanku duduk seorang temanku yang sudah lulus, sedangkan
sampingku ada adik-adik tingkat. Kabar kuliahku sedang tidak begitu baik. Aku
sudah mengajukan jurnalku dan sudah direvisi. Tadi pagi hasil revisian sudah
aku setorkan. Entah sampai kapan aku
menunggu, harapanku hari ini sudah bisa mendaftar. Targetku untuk minggu ini
melenceng. Kalau memajukan target ke minggu depan, ada desas-desus kalau minggu
depan tidak bisa mengadakan ujian karena dosen disibukkan dengan ujian PPL
semester 7.
Sebuah nama yang beberapa waktu terakhir ini telah menyita inspirasiku. Tentang sebuah nama bunga yang jatuh berserakan di taman Hatna Hatnareb. Bunga yang kelopaknya hancur terinjak puluhan pasang kaki, uniknya semakin hancur ia maka makin semerbak harumnya. Seperti halnya kenangan, semakin dibunuh makan semakin hiduplah ia. (Menyadur dari "Jatuh dari Cinta"-Benny Arnas)
Selasa, 20 Oktober 2015
Senin, 12 Oktober 2015
My Skripsick Oh My Skripshit
Saat
aku membuat tulisan ini, aku tengah duduk di area hotspot kampusku tepat jam
istirahat. Tentu disini tidaklah ramai. Aku duduk semeja dengan kelima teman
laki-laki. Pagi tadi aku baru sampai kota rantau dan tanpa merebahkan diri, aku
langsung berangkat ke kampus. Pertama, aku pergi ke TU untuk meminta transkrip
nilai namun belum bisa aku ambil, katanya nanti seusai jam istirahat. Kedua, menemui
dosen pembimbing keduaku, menyerahkan bab 4-lampiran hasil revisian kemarin
sekaligus menyetorkan abstrak dan jurnal. Semua sudah aku laksanakan sesuai
rencana, tentu untuk bagian menunggu berjam-jam dan mondar mandir tidak perlu
kuceritakan.
Jumat, 02 Oktober 2015
Yang
“Yang” itulah panggilan yang kita pakai dalam hubungan
kita. Entah mengapa terasa istimewa bagiku meski sebelumnya akupun pernah
menggunakan panggilan dmeikian dengan orang lain jauh sebelum kamu.
“Yang” sebuah panggilan yang tetap terasa lembut meski
diliputi amarah dan keraguan. Tetap terasa manis meski diliputu kekecewaan dan
kepedihan.
“Yang” sebuah penggilan yang sangat terasa memilukan
ketika mengingatnya. Sebuah panggilan yang menyakitkan ketika tak lagi terucap
lagi dari bibirmu.
Patner yang Pas
Andai
kita ini bukan mantan pasangan kekasih, tentu kamu adalah patner ngobrol yang
menyenangkan, sahabat yang mengagumkan. Tempatku berdebat dan rekan tim yang
pas untuk menantang dunia dengan cara kita. Setidaknya mungkin hingga detik
ini, ketika aku tengah mencumbui tuts keyboard
selayaknya piano, hanya saja aku tak
memainkan nada melainkan kata. Sayangnya, itu hanya sebatas pengandaianku. Kenyataannya,
kita pernah menjadi sepasang kekasih.
Kita
pernah merajut benang-benang merah jambu. Kita pernah bersama bercengkerama
tentang kita seolah dunia ini dalam kekuasaan kita. Ketika kamu meyakinkanku
bahwa dunia ini sangat indah dengan pemikiranku. Ketika kamu meyakinkanku bahwa
dunia telah digenggamanku. Ketika kamu menunjukkan duniamu padaku dari
ketinggian. Ketika kamu selalu membawa namaku dalam setiap pendakian. Ketika
kamu mengulurkan tanganmu menuju puncak. Ketika kamu tertawa melihatku menari
diantara rerumputan dianungi langit biru. Ketika kamu menggelengkan kepala menyaksikan
tingkahku. Dan ketika kamu menjadikanku sebagai tujuan hidupmu. Seolah aku
adalah keindahan luar biasa yang disayangkan jika dilewatkan. Juga ketika aku
mengagumi pemikiran-pemikiran indahmu. Ketika aku mencintai pemikiran kerenmu. Ketika
kusadari bahwa pemikiranmu itu jauh lebih mengesankan daripada seseorang yang
pernah aku temui bertahun-tahun sebelumnya. Maaf, aku sempat keliru memahamimu.
Maaf, aku sempat keliru menilaimu. Ternyata pemikiranmu itu sangat sangat
sangat indah.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)