Pekat telah menjamah petang dalam balutan kabut yang beku. Menyertakan sari-sari embun yang basah menerpa pori-pori ini. Ijinkanlah ingatan ini menyapamu sejenak. Memuaskan hasrat kerinduanku akan sosokmu yang baru saja lenyap. Jutaan kilometer jalan pernah kita tempuh bersama. Lengkap dengan bumbu renyah khas candaan kita. Menciptakan memori yang penuh terisi bagaimana dengan mudahnya kamu cipatakan senyum dan tawaku meski dengan guyonan yang tak lucu. Bukan guyonan yang membuat tawa dan senyumku mengembang.. Itu semua karena sajian ekspresi tulus tanpa dibuat-buat dalam gerak-gerikmu. Aku ingat dengan perkataanmu yang mencegahku untuk diet. Ya, kamu melakukan hal yang berkebalikan dengan pria pada umumnya.
Sebuah nama yang beberapa waktu terakhir ini telah menyita inspirasiku. Tentang sebuah nama bunga yang jatuh berserakan di taman Hatna Hatnareb. Bunga yang kelopaknya hancur terinjak puluhan pasang kaki, uniknya semakin hancur ia maka makin semerbak harumnya. Seperti halnya kenangan, semakin dibunuh makan semakin hiduplah ia. (Menyadur dari "Jatuh dari Cinta"-Benny Arnas)
Selasa, 30 Desember 2014
Pekat Menjelang Petang
Pekat telah menjamah petang dalam balutan kabut yang beku. Menyertakan sari-sari embun yang basah menerpa pori-pori ini. Ijinkanlah ingatan ini menyapamu sejenak. Memuaskan hasrat kerinduanku akan sosokmu yang baru saja lenyap. Jutaan kilometer jalan pernah kita tempuh bersama. Lengkap dengan bumbu renyah khas candaan kita. Menciptakan memori yang penuh terisi bagaimana dengan mudahnya kamu cipatakan senyum dan tawaku meski dengan guyonan yang tak lucu. Bukan guyonan yang membuat tawa dan senyumku mengembang.. Itu semua karena sajian ekspresi tulus tanpa dibuat-buat dalam gerak-gerikmu. Aku ingat dengan perkataanmu yang mencegahku untuk diet. Ya, kamu melakukan hal yang berkebalikan dengan pria pada umumnya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)